MarijoTorangBaDaftar
IMG-20241022-WA0008
1692719152-img20241022wa0226
previous arrow
next arrow

Bawaslu Kembali Rilis IKP, Sulut “Berhasil Juara 2” Paling Rawan Netralitas ASN

0
88

Manado, Makasiow News — Kamis (21/9/2023). Bawaslu RI merilis Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) dengan isu netralitas ASN.

Hebatnya, Sulawesi Utara (Sulut) ternyata berhasil meraih juara dua atau peringkat kedua nasional paling rawan isu netralitas ASN tertinggi untuk pemilu 2024, hanya kalah dari Provinsi Maluku Utara.

Pengamat Pemilu Sulut, Ferry Liando angkat bicara, ketika menjadi narasumber dalam kegiatan peluncuran pemetaan kerawanan pemilu dan pemilihan serentak 2024 dengan Isu Strategis Netralitas ASN yang digelar Bawaslu RI.

Ia mengatakan keterlibatan ASN pada proses pemenangan calon tertentu akan menjadi salah satu penyakit akut pada pemilu nanti.

“ASN memiliki asas netralitas yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 5/2014 tentang ASN. Dalam aturan tersebut termaktub bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik,” ujar Liando.

Lanjutnya, ASN diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

“Penyebab utama ASN terlibat dalam pemenangan calon tertentu didasari oleh kepentingan karier dalam jabatan struktural pemerintahan. Sebab, bagi ASN yang non job, keterlibatan dalam pemenangan calon bermotif untuk mendapatkan jabatan struktural dalam pemerintahan. Sedangkan bvagi ASN yang sedang memiliki jabatan bermaksud agar dipromosi dalam jabatan yang lebih tinggi dan atau agar jabatannya dipertahankan,” sindirnya.

Katanya lagi, jika ketidaknetralan ASN tidak dicegah, maka beberapa konsekuensi yang bisa terjadi yakni intervensi bahkan intimidasi.

ASN yang memiliki power berpotensi menurut Liando, pertama, dapat menghilangkan kedaulatan rakyat.

“Padahal esensi utama pemilu adalah jaminan atas kedaulatan rakat. Intervensi akan mengurangi kebebasan warga negara untuk memilih,” terangnya.

Kedua, pengangkatan pejabat berpotensi tidak professional karena dasar pengangkatan tidak lagi memperhatikan kompetensi.

“Tetapi karena kompensasi atau balas jasa dalam memberikan dukungan,” katanya.

Ketiga, pejabat pemerintahan yang diangkat atas hasil kompensasi pemilu berpotensi korupsi.

“Karena berusaha mengembalikan uang yang digunakannya ketika mendukung calon tertentu,” ujarnya.

Keempat, lanjutnya, akan berpotensi terjadi diskriminasi pelayanan publik.

“Masyarakat tidak mendukung calon yang didukung pejabat saat pemilu atau pilkada, berpotensi akan mendapat perlakukan diskriminasi dalam pelayanan atau fasilitas pemerintah,” ungkapnya.

Lebih jauh disampaikannya, beberapa cara untuk mencegah para ASN yang tidak netral yakni pertama, perlu sanksi bagi pejabat yang tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu yang menyatakan ASN tersebut terbukti tidak netral.

“Selama ini banyak kepala daerah yang tidak menindaklanjuti ASN yang dinyatakan oleh Bawaslu tidak netral. Rekomendasi Bawaslu harusnya dijadikan syarat kenaikan pangkat atau syarat promise jabatan. Selama ini jika terdapat rekomendasi dari Bawaslu atas adanya ketidaknetralan, harusnya ASN tidak bisa dinaikan pangkat atau dipromosi pada jabatan yang lebih tinggi,” ujarnya.

Selanjutnya, perlu revisi terhadap UU pemilu tahun 2017, terutama terkait dengan kewenangan DKPP yang hanya menyasar penyelenggara pemilu.

“Harusnya DKPP diberikan kewenagan terhadap dugaan etika penyelenggaraan pemilu. Artinya subjek kode etik bukan hanya penyelenggara, akan tetapi bisa menyasar ke caleg, ASN atau aparat desa yang terbukti melanggar norma UU tentang netralitas. Dalam UU Pemilu juga hanya membatasi subjek politik uang. Hanya dibatasi pada pelaksana, tim kampanye. Padahal, pelakunya banyak dari ASN,” pungkasnya

Liando juga menjelaskan, beberapa modus ASN ikut dalam berpolitik, seperti penempatan lokasi program/proyek pada wilayah pemilihan calon yang didukung, distribusi bantuan sosial pada lokasi-lokasi tertentu yang menurut hasil survey, tingkat elektabilitas calon yang didukung masih rendah, pemberian fasilitas proyek kepada tim sukses, pemberian jatah tenaga honorer bagi kerabat-kerabat tim sukses, pengadaan dan memasang sendiri baliho calon.

Juga seperti Menawarkan diri menjadi panitia dalam kegiatan-kegiatan ormas atau keagamaan, membantu menyediakan konsumsi dan uang transport untuk tim sukses/tim pemenangan, merebut jabatan-jabatan keagamaan agar mudah memobilisasi anggota dan menyediakan bunga-bunga ucapan pada perkawinan atau peristiwa kematian atas nama calon.

(***/dede)